SURABAYA-Suatu kampus memiliki alumnus band/musisi terkenal mungkin bukan hal baru. Beberapa band bahkan awal terbentuk di bangku kuliah. Contoh versi bule-nya ada band pop/rock, Coldplay. Bagi yang sudah menonton film dokumenter “A Head Full Of Dreams” terbitan tahun 2018 pasti tahu betul bagaimana hubungan erat Coldplay dengan sebuah kampus di Inggris bernama University College London (UCL).
Hal serupa juga terjadi di sini. Bagaimana suatu tempat bernama “kampus” memiliki benang merah yang cukup kuat dalam membentuk keterkaitannya dengan musik.
Tapi, kali ini mari berfokus membahas satu kampus di Surabaya, Unair (Universitas Airlangga). Kampus yang dari waktu ke waktu selalu memiliki segala sesuatu yang bersinggungan dengan musik untuk disuguhkan, dinikmati dan dirayakan!
Mungkin sudah tak lagi asing bahwa Unair telah memiliki beberapa musisi nasional. Sebut saja Ari Lasso, mantan vokalis grup band legendaris Indonesia Dewa 19 ini pernah tercatat sebagai mahasiswa fakultas Ekonomi. Selain Ari Lasso, adapula Fadly, Piyu, Ari dan Yoyo dari grup band Padi yang juga datang dari fakultas yang sama, sedang sang bassis Rindra Noor adalah satu satunya jebolan fakultas hukum, sama seperti ex. vokalis ADA band, Donnie Sibrani.
Selanjutnya, ada orkes folk dengan album “Dosa, Kota dan Kenangan”. Iya, Silampukau. Orkes folk ini dibentuk oleh cak Kharis Junandharu dari fakultas sastra bersama rekannya cak Eki Tresnowening yang datang dari kampus sebelah, Ubaya (Universitas Surabaya). Kedatangan Silampukau di skena musik tanah air cukup membawa angin segar, khususnya di genre folk. Baru- baru ini mereka memberi warna musik folk yang sangat folk, dangdut, di lagu terbarunya berjudul “Dendang Sangsi”. Apakah berhenti di Silampukau? Tidak.

Illustration by Djoko Ikhsan
Selanjutnya, mari kita mulai dengan menyebut nama Haryo Bagas dari Antropologi. Haryo Bagas merupakan front-man dari band hardcore yang lantang dengan tembang Blessed By The Street-nya itu, WOLF FEET. Ia juga kerap terlibat dalam gig yang diadakan oleh para “bengal” dari Universitas Airlangga—kebanyakan dari mereka yang mengelola dan menginisiasi gig Mlete Sejak Maba datang dari jurusan FISIP, FIB, dan FEB.
Kehidupan kampus Haryo Bagas sendiri tak jauh dari musik. Skripsi yang ia susun pun membahas tentang musik: Perempuan Dalam Skena Musik Underground Surabaya.
“Yang menginisiasi rata-rata memang semuanya, sih. Kebanyakan, bisa dibilang dari jurusan FISIP, FIB & FEB. Gig ini bermula circa tahun 2017. Kebetulan saat itu kita ada dana patungan (kolektif) yang masuk akal, terus ada aksees bikin gigs juga, jadi kita gass aja, haha!” jelas Bagas kepada kami.
“Selain itu juga, kita memiliki keresahan yang hampir sama. Yakni, kenapa kampus kita sendiri ga bisa bikin acara ngeband aja di lorong lorong kampus?” tambahnya.
Pada 2019 lalu, tepatnya pada hari Jumat, 1 November 2019 menjadi gig terakhir Mlete Sejak Maba, yang bertajuk “Final Phase”. Menurut keterangan Bagas, tahun tersebut merupakan tahun terakhir mereka, sebabnya, mau tidak mau, gig yang mereka kelola sejak 2017 juga harus segera di-paripurnakan.
“Ini adalah tahun-tahun terakhir kita berada di kampus, mas, wkwkwk. Jadi, ya, mau gak mau kita harus selesaiin (kalo gak, ancaman DO!). Jadi, gig terakhir ini konsepnya match dengan kampus circle arek-arek dewe. Dibikin final karena, yaudah, udah waktunya get out dari kampus!” terang Bagas.
“Jika disuruh menyebutkan salah satu nama home-band, COTSWOLDS adalah salah satu yang paling terbaik dari kampus kami!” tutup Bagas—Januari lalu, COTSWOLDS merilis kaset pita melalui label underground Greedy Dust.
Nama-nama baru kian bermunculan, kami berhasil mendapatkan empat nama pemusik segar alumnus Unair. Pertama, ada Gita Tiurma dari Ilmu Politik dengan nama panggung Liana Tig. Merupakan sosok solois yang membawakan musik bernuansa Hip-hop/RnB/Lo-fi. Liana Tig telah merilis kurang lebih sebanyak 15 lagu di berbagai platform.
Lalu ada Mighfar Suganda, ia merupakan alumnus Ilmu Budaya. Sosok solois yang memainkan musik modern pop yang satu ini cukup aktif bermusik. Ia beberapa kali masuk dalam daftar putar resmi layanan musik digital hingga masuk ke dalam kompilasi dengan musisi tanah air. Selain itu ia juga seringkali mengeksplor musiknya dalam format yang berbeda seperti, street- art hingga sinema.
Bisa dibilang warga Unair cukup supportif kepada talenta-talenta musik yang ada. Termasuk di Fakultas Kedokteran Gigi. Hal ini sudah dipastikan oleh Ayu “Riris” Arismawati, alumnus Fakultas Kedokteran Gigi Unair yang juga merupakan vokalis & gitaris dari band folk Layung Temaram. Setiap ada kegiatan bermusik atau event di fakultasnya, Layung Temaram dan juga semua warga FKG yang bisa bermain alat musik—termasuk para dosen—sudah dipastikan mendapatkan ajakan untuk turut serta meramaikan euforia.
Kami juga menemukan solois pendatang baru dengan musik yang cukup tematik, Anya Junor. Ia merupakan alumnus Ilmu Komunikasi Unair. Anya Junor membawakan musik yang cukup berbeda yakni dengan tema yang serba cerah, menggemaskan, dan teatrikal ala-ala film kartun musikal yang banyak terinspirasi dari film-film Disney. Ilmu Komunikasi sendiri bisa dibilang memiliki pemusik yang cukup banyak. Sebut saja nama-nama seperti: Zara Zahrina f.k.a SKELETALE (Nonanoskins), Rafif Taufani (Yellow Flower Living Water), Arik (Electric Bird), Maddani & Krisna (Loosy), hingga Navis Math.
Anya Junor juga menjelaskan kepada kami bahwa, banyak artis/musisi yang memotivasi anak Ilkom lainnya untuk eksis dan berani berkarya.
“…dengan aku berada di ilkom beneran without a doubt bikin aku lebih berani (?)—‘yang lain aja bisa, masa aku engga’. Yang bikin aku semangat, ya, yang aku liat di kampus. ‘Wah mas & mbak ini sama kayak aku (pemusik) tapi udah seterkenal ini?!! Hebat bangeeett! Aku juga harus bisa’” Anya Junor menjelaskan dampak dunia kampusnya terhadap kehidupan bermusiknya.
“… dampak dari dunia kampus itu berasa banget. Karena pada supportif banget. YLFW rilis lagu, semua pada mainin. All the timeeee. Mas Navis rilis lagu juga pada apal semua. Loosy rilis juga semua nyanyi bareng :))” Lanjut Anya.
Pernyataan dari Anya Junor sedikit banyak memberi gambaran bagaimana atmosphere dan euforia musik di kampusnya.
Nah.. dan yang terakhir ada dari Sastra Indonesia, Cema. Solois yang satu ini cukup sering muncul di gigs terdekat di sekitaran Surabaya raya. Ia telah merilis debut album “Being Okay” beberapa waktu lalu. Ia juga sempat terlibat dalam proyek yang sama dengan Mighfar Suganda.
Melihat nama-nama di atas bak estafet yang terus bergulir. Unair belum berhenti menjadi kampus yang melahirkan pemusik-pemusik segar dari waktu ke waktu. Bagaimana dengan kampus kalian?